Sunday, April 11, 2010

Mr X Teri dan Paus

SELAMA ini kita hanya mengenal istilah Mr X untuk menyebutkan seseorang atau sesosok jenazah yang tidak diketahui identitasnya. Istilah ini kebanyakan muncul dari petugas kamar jenazah atau pihak kepolisian yang menangani penemuan mayat atau juga orang yang hilang dan ditemukan, tapi lupa identitasnya.

Tapi di mata Susno Duadji, Mr X merupakan sosok superkuasa, yang memiliki kemampuan kelas tinggi untuk mengatur, memengaruhi, dan mengoordinasikan institusi penegak hukum, mulai kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman. Mr X ini disebut mantan kabareskrim Polri itu sebagai mafia hukum dan makelar kasus setingkat dirjen, bahkan menteri.

Setelah menggulirkan dan mengungkap mafia kasus pajak Gayus Halomoan Tambunan, Susno Duadji kembali melempar bola api soal mafia hukum dan makelar kasus. Bola itu kian liar, tak terkendali, merembet ke mana-mana, membuat gerah, juga membuat orang kebakaran jenggot.

Di lingkungan kepolisian, bola itu sudah menjatuhkan sejumlah "korban". Brigjen Pol Edmon Ilyas dicopot dari jabatan Kepala Polda Lampung. Dua perwira menengah Kombes Pol Pamungkas dan Kombes Pol Eko Budi Sampurno dicopot sebagai penyidik Bareskrim.
Total ada tujuh personel kepolisian, termasuk Direktur II Ekonomi Khusus Bareskrim, Brigjen Pol Raja Erizman, yang menjadi terperiksa dan tersangka karena diduga terlibat mafia hukum.


Di tubuh kejaksaan, dua jaksa senior sudah dicopot karena terlibat kasus yang sama. Cirus Sinaga dan Poltak Manullang harus rela mundur dari jabatannya karena diduga tak cermat menangani kasus Gayus.

Sayangnya, Susno hanya mau mengungkapkan identitas Mr X itu pada rapat tertutup dengan Komisi III DPR RI. Kepada anggota dewan yang memintanya datang, Susno membeberkan sepak terjang Mr X. Kata Susno, kasus bernilai triliun rupiah menjadi santapan Mr X.

Kalau ini benar terjadi, sungguh luar biasa. Melihat kasus Gayus yang pegawai golongan IIIA tapi punya rekening Rp 28 miliar, kita ternganga, mungkin dengan Mr X kita dibuat lebih ternganga-nganga lagi.

Kita tidak pernah menyangka bahwa di negeri ini hidup dan tumbuh mafia hukum, mulai kelas teri hingga kelas paus. Oknum polisi yang memeras Kadana, tersangka pembunuhan di Indramayu, mungkin termasuk kelas teri. Dia hanya memeras Kadana Rp 14,3 juta, dengan menjual nama polisi dan kejaksaan untuk keperluan pribadi.

Tapi kasus seperti Kadana ini jelas bukan hanya satu. Sangat mungkin banyak, terserak di berbagai instansi. Kasus-kasus "basah" yang memungkinkan terjadinya patgulipat dan kongkalikong menjadi incaran Mr X kelas teri dan Mr X kelas paus.

Sesungguhnya ini ironi besar dari negeri ini. Dua belas tahun lalu, kita berharap reformasi akan membawa negeri ini menjadi negeri yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Karena itulah sesungguhnya yang menjadi ruh gerakan mahasiswa menumbangkan Orde Baru- nya Soeharto. Tapi kenyataannya, ketika keran transparansi kian lebar terbuka, justru semakin tersingkap bahwa tubuh negeri ini dihinggapi lintah-lintah yang menyedot darah rakyat. Dan secara tak langsung, meruntuhkan secara perlahan kaki-kaki penyangga negara.

Tak cukup hanya berwacana tentang bersih dari KKN. Tak cukup pula hanya dengan memberi remunerasi bagi pegawai-pegawai. Mungkin harus dipotong tiga generasi, baru KKN ini akan lenyap. (*)
Sorot, dimuat di Harian Pagi Tribun Jabar edisi Sabtu, 10 April 2010.

No comments: