Wednesday, June 24, 2015

Ancaman dari Cipali

NAMA Cipali (Cikopo-Palimanan) hari-hari ini menjadi pembicaraan orang dan menghiasi koran-koran. Cipali adalah nama jalan tol terpanjang di Indonesia yang diresmikan Presiden Joko Widodo, 13 Juni lalu. Awalnya diberi nama Cikapali (Cikampek-Palimanan). Karena protes dari pemerintah daerah Purwakarta, yang menyebutkan, bahwa pembangunan tol itu dimulai dari Cikopo bukan Cikampek, maka jadilah nama Cipali yang ditahbiskan. Namun rupanya nama Cikapali masih tetap terpajang di pintu gerbang tol itu, mungkin belum sempat diturunkan atau dibuat yang baru.

Tentu sebagai jalan tol baru, banyak pengguna kendaraan yang ingin mencobanya. Terlebih dari Cikopo, hanya butuh paling lama 2 jam untuk tiba di Palimanan, Cirebon. Tak heran, jalan tol ini digadang-gadang bisa mengurangi kemacetan di jalur Pantai Utara (Pantura) Jawa Barat dan tentu mengurangi durasi waktu perjalanan.


Belumlah genap dua pekan pengoperasian atau uji coba tol itu, korban kecelakaan berjatuhan. Setidaknya ada 30 kejadian kecelakaan di sana. Entah truk menabrak truk atau mobil menabrak pilar. Apakah penyebabnya human error ataukah karena infrastruktur yang belum siap?

Mungkin bisa karena dua hal itu. Bisa jadi pengguna kendaraan tengah mengantuk atau melamun, sehingga menabrak kendaraan lain. Atau juga karena jalanan yang tidak rata, rest area yang sedikit sehingga tidak ada pilihan untuk beristirahat, penerangan jalan yang minim, atau sebab lainnya.

Padahal arus mudik sudah di depan mata. Jika tidak diantisipasi, bukan hal mustahil tingkat kecelakaan di tol Cipali ini akan tinggi. Melihat animo dari pengguna kendaraan, sangat mungkin mereka yang tahun kemarin mudik melalui jalur Pantura, kini ingin mencoba jalan tol baru.

Di sisi lain, kehadiran tol baru ini juga bisa jadi ancaman untuk jalan tol lain, dalam hal ini pemasukan. Jalan tol Cileunyi misalnya. Ada kemungkinan mereka yang akan mudik ke Cirebon dan Pantura, akan memilih lewat Cipali ketimbang Cileunyi. Tentu itu terkait dengan efisiensi waktu dan biaya. Jika keluar dari pintu tol Cileunyi, ke Sumedang pun masih jauh, apalagi ke Cirebon. Tapi keluar dari Palimanan, tentu sudah tiba di Cirebon. Efisien bukan?

Ancaman lain dari Cipali adalah kemungkinan menurunnya penghasilan para pedagang, rumah makan, dan transportasi umum di jalur Pantura. Ketika jalan tol Purwakarta-Bandung-Cileunyi (Purbaleunyi) beroperasi, para pengusaha di Cikalong Wetan dan Cianjur pun menjerit, karena penghasilan mereka menurun drastis. Begitu pula kemungkinan yang terjadi di Pantura dengan beroperasinya tol Cipali.

Namun jangan dilupakan pula ancaman lainnya, yaitu membanjirnya wisatawan ke daerah Cirebon. Ini yang harus diantisipasi pemerintah daerah. Seperti halnya Bandung yang mendapat limpahan wisatawan tetangga dari Jakarta, bukan tak mungkin Cirebon pun akan mengalami hal serupa. Artinya, pemerintah daerah harus menyiapkan fasilitas akomodasi untuk para wisatawan, membuat acara-acara yang menarik minat, memperbaiki tempat wisata, dan tentu saja mempromosikannya dengan masif, sehingga wisawatan dari Jakarta mau datang ke Cirebon dan sekitarnya.

Selalu ada sisi negatif dan positif dari sebuah pembangunan. Kita harus melihat dari sisi positif, agar hasil pembangunan ini bisa membawa manfaat sebesar-besarnya untuk kemakmuran masyarakat. (*)
Sorot, dimuat di Harian Pagi Tribun Jabar edisi Rabu 24 Juni 2015.