Tuesday, May 12, 2015

Daripada Beli Motor Lebih Baik Beli Proton (Edisi Jalan-jalan di Johor Bahru-2)

AKTIVITAS di Johor Bahru baru menggeliat mulai pukul 09.00. Sementara di Indonesia, pukul 07.00 lalu lintas sudah macet, di sini masih senyap.

Bahkan pukul 07.00 pun masih bisa salat Subuh, karena azan berkumandang sekitar pukul 06.15. Maklum, waktu di Johor Bahru lebih lambat satu jam dengan Indonesia bagian barat.

Jika sudah pukul 09.00 atau 10.00, aktivitas di Johor Bahru pun berdenyut. Toko-toko mulai buka. Orang mulai lalu-lalang di jalur pedestrian. Mobil-mobil pribadi, tentu kebanyakan bermerek Proton, berseliweran di ruas-ruas jalan. Lalu transportasi massal, semisal bus, mulai bergerak di jalur masing-masing.

Tapi berdenyutnya Johor Bahru jauh dari kemacetan. Tak ada ditemukan kemacetan di sana, kecuali di lampu setopan dan pintu gerbang jembatan Johor-Singapura Causeway. Semua berjalan tertib. Tak akan pernah terlihat sepeda motor yang selonong boy melewati garis putih di lampu setopan seperti di Bandung.


Jumlah mobil memang lebih banyak dibandingkan dengan sepeda motor. Menurut Zulkifli, pemandu perjalanan rombongan Garuda Indonesia, orang Johor Bahru atau Malaysia cenderung lebih memilih membeli mobil ketimbang sepeda motor. Apa sebab? Karena kata Zulkifli, uang untuk membeli motor lebih baik dipakai untuk uang muka membeli mobil.

"Harga sepeda motor di sini sekitar 4.000 sampai 4.500 ringgit. Nah itu bisa untuk uang muka membeli mobil Proton. Beruntung kami punya mobil nasional yang harganya murah, sekitar 25.000 ringgit. Mencicil dalam beberapa tahun, kami sudah punya mobil. Beda dengan di Indonesia, harga motor sangat murah, tapi mobil selangit. Jadinya di jalan raya itu crowded oleh sepeda motor," kata Zulkifli yang pernah tinggal selama 7 tahun di Jakarta.

Kondisi jalan yang mulus membuat pengendara nyaman berkendara di Johor Bahru. Saat ini jalan bebas hambatan semacam highway banyak dibangun menghubungkan pusat kota dengan daerah pinggiran. Di jalan highway pun tak ada larangan buat sepeda motor, semua kendaraan bisa melaju.

Ketertiban berlalu lintas juga didukung oleh sistem terpadu lalu lintas yang apik. Semua moda transportasi, baik MRT dan bus, terpusat di JB Sentral. Dari JB Sentral, kita bisa melancong ke mana-mana. Entah itu ke Kuala Lumpur maupun ke Singapura.

Sebenarnya ada tiga blok bangunan penting di JB Sentral. Yang pertama adalah blok A bangunan Sultan Iskandar "Kastam, Imigresen & Kuarantin". Lalu JB Sentral sendiri menempati Blok B. dan Blok C merupakan Mal JB City Square.

Warga Johor yang hendak berangkat kerja memakai mobil pribadi tak perlu ribet saat cek paspor di Sultan Iskandar Checkpoint, ini adalah pintu cek imigrasi bagi warga Johor yang hendak ke Singapura dan juga sebaliknya. Tapi yang memakai bus, harus turun dengan membawa serta barang bawaannya. Nanti di ujung jembatan memasuki wilayah Singapura, mereka kembali menjalani pemeriksaan imigrasi di Woodland Checkpoint.

Pemandangan antrean panjang kendaraan di pintu cek imigrasi ini terjadi setiap pagi saat warga berangkat bekerja dan sore  hari saat mereka pulang. Apabila berangkat pagi, setiap orang yang hendak ke Singapura kena biaya 20 dolar Singapura. Tapi saat sore, tak perlu mengeluarkan biaya sedikit pun.

Mengapa orang Johor Bahru banyak yang bekerja di Singapura? "Simpel saja, karena gaji di Singapura nilainya lebih besar. Dolar Singapura itu dua kali lipat ringgit Malaysia. Dengan bekerja di Singapura, orang Johor bisa punya simpanan uang lebih banyak karena di sini harga-harga lebih murah. Makanya orang Singapura pun kalau akhir pekan pasti berlibur ke Johor, karena lebih murah," kata Zulkifli.

Tapi ada beberapa persyaratan bagi warga Singapura yang hendak ke Johor Bahru. Saat berangkat, pastikan tangki bensin terisi setidaknya 3,25 liter. Ketika pulang, mereka akan mengisi penuh tangki dengan bensin karena harganya lebih murah. Lalu dari Johor Bahru, mereka tidak diperbolehkan membawa hewan, telur, dan beberapa barang lainnya. Ribet juga ternyata. (*)

No comments: