DELAPAN tahun itu berarti sama dengan 2.650 hari. Bisa kurang bisa lebih, karena satu tahun kadang ada yang lebih dari 365 hari. Itulah hari-hari yang akan dilalui oleh Al Amin Nasution, mantan anggota DPR RI, di dalam penjara. Al Amin terbukti bersalah menerima suap dalam kasus alih fungsi hutan lindung menjadi ibuk kota Bintan dan pelabuhan Tanjung Siapi-api. Vonis itu setengah lebih dari tuntutan jaksa, 15 tahun penjara. Tapi dengan vonis itu pun Al Amin masih menggunakan haknya untuk naik banding, tentu dengan harapan hukuman berkurang, bahkan bisa bebas.
Apakah dengan vonis ini akan membuat jera koruptor-koruptor yang lain? Sulit dijawab, karena korupsi seperti penyakit kronis yang tak bisa disembuhkan. Tapi tentu setidaknya vonis bertahun-tahun ini bisa membuat orang berpikir. Bahwa awal akhir, orang yang korupsi dan menerima suap pasti akan tercium kebusukannya.
Karena itu jika ada pihak yang meragukan kinerja komisi pemberantasan korupsi (KPK), harus diragukan apakah ia bersih atau tidak dari korupsi. Sekarang inilah sesungguhnya waktu yang tepat untuk mendorong bangsa ini keluar dari penyakit super kronis menahun, korupsi kolusi nepotisme (KKN). Penyakit yang selama 32 tahun tidak dianggap sebagai penyakit dan hal yang hina, tapi sebuah gengsi dan kebanggaan. Bangga punya kerabat jadi pejabat dan kaya raya, walau hasil merampas keringat dan mengoyak harga diri orang lain.
Ketika KPK gencar menggelandang para koruptor ke tahanan, jangan dianggap sebagai tebang pilih, hanya karena tidak semua koruptor ditangkap. Benar belaka bahwa KPK pun diisi oleh manusia-manusia yang rentan kesalahan. Dia bukanlah lembaga super body yang kebal hukum. Tapi hanya lembaga inilah yang betul-betul fokus dengan urusan korupsi tanpa pandang bulu. Jadi kalau sekiranya KPK meminta tambahan anggaran untuk membuat gedung yang memiliki ruang tahanan sendiri, sudah selayaknya
dikabulkan. Toh, itu semua demi kebaikan bangsa ini.
Dan tentu saja jangan hanya slogan antikorupsi yang dikumandangkan. Antikorupsi harus diejawantahkan dalam kehidupan sehari-hari. Hidup sederhana jauh dari foya-foya, lebih banyak memperhatikan rakyat ketimbang kebutuhan sendiri, itu yang harus dilakukan para pejabat kita. Jika kita perhatikan di harian ini, setiap hari pejabat Kota Bandung menyuarakan slogan antikorupsi. itu hanya langkah awal saja. Karena dalam perjalanannya, mereka pun harus membuktikan diri mereka benar-benar bersih dari KKN. Ingat, bersih dari KKN. Tak hanya korupsi, tapi juga kolusi dan nepotisme.
Karena itu, jangan pernah mencoba untuk korupsi. Nikmatnya hanya sekali, sengsaranya seumur hidup, bahkan terbawa mati. Muda berlimpah harta dan berkuasa, tua hidup di penjara. Mau? (*)
Sorot, dimuat di Harian Pagi Tribun Jabar edisi Selasa 6 Januari 2009.
No comments:
Post a Comment