SETELAH hampir satu tahun memanjangkan rambut, akhirnya Selasa (6/5), saya pun menyerah. Rambut lurus sebahu itu dipangkas habis tukang cukur di dekat kantor. Sebenarnya sejak Kamis pekan lalu, saya mau memotong rambut. Setelah menunggu lama, rupanya tukang cukur mau salat dulu. Karena malas menunggu lebih lama lagi, saya tinggal pergi saja si tukang cukur.
>Kini, model potongan rambut saya, pendek rapi (itu kata tukang cukurnya), tapi bukan cepak. Saya mewanti-wanti ke tukang cukur supaya tidak memotong rambut cepak ala tentara. Maklum, tukang cukur di dekat kantor ini memang langganan para tentara, jadi sudah biasa main potong habis ABCD (Abri Bukan Cepak Doang).
Rambut gondrong, panjang, adalah ciri khas saya. Minimalnya, rambut sampai di kerah baju. Dan biasanya sebahu, atau lebih. Kalau dihitung-hitung, saya memotong rambut memang hanya setahun sekali. Jadi rambut ini memang antigunting. Saat kemarin dipotong pun, si tukang cukur kesulitan memotong. Padahal rambut saya lurus dan lemas. Itu memang guntingnya yang tumpul.
Saya berambut gondrong sebahu itu bukanlah hal yang salah. Saya hanya mencontoh Rasulullah Muhammad SAW. Rambut beliau dibiarkan gondrong menjela sampai sebahu. Ya setidaknya saya bisa mengikuti gaya rambut Rasulullah, keren kan?. Hanya karena Bu Eri terus mengingatkan rambut sudah panjang saja, saya memotongnya. Tapi biasanya, tiga bulan juga rambut saya sudah panjang lagi. Entah kenapa, rambut ini memang cepat tumbuhnya. Kalau sudah gondrong begitu, berarti baru tahun depan rambut saya ketemu gunting tukang cukur lagi. (*)
No comments:
Post a Comment