Friday, January 15, 2010

Dewan Kehormatan

"SAYA ingin tetap bertahan sebagai anggota dewan. Saya bertanggung jawab kepada konstituen yang telah memilih saya," begitu kalimat yang diungkapkan Yuni Nabila, anggota DPRD Kota Bandung dari Partai Demokrat.

Tahun lalu, saat dilantik sebagai wakil rakyat, Yuni merupakan anggota DPRD termuda. Usianya baru 21 tahun. Semangatnya patut dipuji. Ia mau belajar untuk menjadi penyambung aspirasi masyarakat.

Tetapi itu saja tidak cukup. Persyaratan administrasi saat ia mendaftar sebagai caleg pun harus dipenuhi. Di situlah persoalannya. Karena usia pula, Yuni tersandung masalah. Rupanya, saat mendaftar menjadi caleg, Yuni belum genap berusia 21 tahun, hanya beda beberapa bulan. Tapi beda beberapa bulan pun menjadi persoalan besar karena menjadi syarat mendasar seseorang bisa menjadi anggota DPRD.


Pengaduan yang disampaikan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kota Bandung ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jabar soal kelalaian KPU Kota Bandung yang meloloskan Yuni terus bergulir. Tak cukup punya wewenang untuk memutuskan, KPU Jabar pun mengirim surat ke KPU Pusat.

Lalu keluarlah surat keputusan KPU Pusat yang isinya menjelaskan keanggotaan Yuni sebagai anggota DPRD Kota Bandung bermasalah karena saat menjadi caleg belum berusia 21 tahun dan meminta Partai Demokrat meninjau kedudukan Yuni sebagai anggota DPRD.
Namun surat keputusan KPU Pusat ternyata tak langsung manjur untuk menyelesaikan masalah ini. Partai Demokrat tetap bertahan, tak ingin mencopot Yuni, karena kesalahan bukanlah di pihaknya, melainkan di pihak KPU Kota yang meloloskan Yuni.

Sementara KPU Kota Bandung pun tak ingin disalahkan dan juga belum mau mengeluarkan keputusan untuk menarik Yuni dari kedudukannya karena itu merupakan wewenang partai.
Karena terus berlarut, dibentuklah Dewan Kehormatan KPU untuk menyelesaikan masalah ini. Mungkin ini satu-satunya Dewan Kehormatan di Indonesia yang pernah dibentuk KPU daerah.

Apa pun hasil atau rekomendasi dari Dewan Kehormatan KPU Jabar ini harus ditaati oleh pihak- pihak terkait. Dibutuhkan keputusan politik yang menjunjung dan menghargai hukum setinggi- tingginya. Dibutuhkan pula keikhlasan, kelapangan, kelegawaan, dari masing-masing pihak.

Semua harus elegan menyikapi persoalan ini. Dari pihak Partai Demokrat, rela melepas Yuni sebagai anggota dewan dan menggantinya dengan yang lain. Begitu pula Yuni harus legawa apabila ditarik oleh partai. Lalu KPU Kota Bandung pun harus ikhlas jika memang ada kelalaian di pihaknya. Masalah ini harus selesai secara terhormat, dan tidak untuk mempermalukan.

Tak perlu pula berpanjang-panjang, apalagi mengerahkan massa, dengan silang sengkarut. Karena pekerjaan rumah untuk menyejahterakan masyarakat, khususnya di Kota Bandung, masih menggunung di depan. Penataan kota, masalah pedagang kaki lima yang ternyata tak juga beres walau sudah studi banding, lalu pembangunan infrastruktur, harus menjadi fokus bersama, untuk kemajuan Kota Bandung. (*)
Sorot, dimuat di Harian Pagi Tribun Jabar edisi Jumat 15 Januari 2010.

No comments: