Thursday, January 07, 2010

Menjamu Pejabat

ENTERTAIN, kata dari bahasa Inggris ini biasanya terkait dengan dunia hibur menghibur. Entah itu dunia film, televisi, artis, dan kawan-kawannya. Tapi di dunia pergaulan, kata ini jadi kata manjur untuk mengganti istilah menjamu. Meng-entertain, begitu kata yang dipakai.

Istilah ini merujuk pada pelayanan dan fasilitas yang diberikan kepada relasi dan kolega, baik swasta maupun pemerintah. Bentuknya bisa macam-macam. Pemberian fasilitas hotel, makan minum, golf dan olahraga mahal lainnya, gathering, kendaraan, rumah, atau bahkan yang menyerempet-nyerempet hiburan malam.

Entertain pula yang menjadi alasan Bank Jabar-Banten pada periode 2002-2006 untuk mengucurkan dana kepada sejumlah pejabat di Jabar. Dana untuk meng-entertain itu nilainya tak tanggung-tanggung, Rp 148 miliar lebih.

Kira-kira entertain dalam bentuk apa dengan nilai sebanyak itu? Direktur Dana dan Jasa Bank Jabar-Banten, Tatang Sumarna mengaku entertain yang diberikan kepada sejumlah kepala daerah pada periode tersebut dalam bentuk fasilitas olahraga. Lalu olahraga macam apa yang menghabiskan dana yang besarnya cukup untuk membantu korban gempa di empat kabupaten?

Pertanyaan lainnya, sahkah pemberian fee atau fasilitas entertain dalam bidang olahraga itu kepada para kepala daerah? Mengapa pula sejak tahun 2007, Bank Jabar-Banten tak lagi meng- entertain para pejabat? Bukankan hal itu mengindikasikan ada sesuatu yang salah dengan pemberian fee atau entertain tahun-tahun sebelumnya?

Bukankah tak ada bedanya pemberian fee itu dengan gratifikasi? Hal yang justru harus dihindari para pejabat publik manakala berhadapan dengan sejumlah kepentingan. Tak boleh menerima sepeser pun uang dari pihak manapun, hadiah, tiket perjalanan, fasilitas hotel, makan minum, pengobatan cuma-cuma, dan sebagainya. Apabila menerima hal semacam itu, para pejabat wajib mengembalikannya kepada negara.

Sesungguhnya, meng-entertain atau menjamu para pejabat ini warisan orde baru yang sudah mengakar. Setiap pejabat berkunjung ke daerah, maka harus mendapat fasilitas, cendera mata, dan sebagainya. Padahal mengunjungi daerah merupakan kewajiban mereka yang merasa diri menjadi pejabat. Pejabat adalah pemimpin masyarakat, dialah yang harus melayani masyarakat ini, bukannya minta dilayani.

Kalaupun pihak Bank Jabar-Banten berkelit bahwa fee kepada para kepala daerah itu akan ditagih, bukan berarti tidak ada kekeliruan di sana. Indikasi yang dikemukakan KPK merupakan pintu masuk untuk mengusut kasus ini secara tuntas.

Kita berharap benar KPK bisa membuat terang kasus ini, tidak sekadar pernyataan indikasi. Tapi betul-betul mengusut kasus sehingga masyarakat bisa mengetahui mana yang benar, mana yang salah di mata hukum. Jangan sampai KPK melempar isu semata, namun tak menyelesaikannya, sehingga akan memunculkan prasangka yang negatif dari berbagai kalangan kepada pihak yang ditunjuk.(*)
Sorot, dimuat di Harian Pagi Tribun Jabar edisi Kamis 7 Januari 2010.

No comments: