Wednesday, November 24, 2010

Ketika Sayap Garuda Patah-patah

GARUDA sudah lama mengarungi angkasa Nusantara. Bahkan belahan dunia di timur dan barat pun sudah merasakan bentangan sayap Garuda. Dia terbang membawa harum kedigdayaan Indonesia. Secara langsung ataupun tak langsung, Garudalah yang memperkenalkan budaya dan keramahtamahan pengisi negeri zamrud khatulistiwa ini.
Itulah Garuda Indonesia, dulu dikenal sebagai Garuda Indonesia Airways, maskapai penerbangan andalan Indonesia. Maskapai yang diagung-agungkan memiliki layanan paling jempol di udara.

Tapi itu bisa jadi cerita lama. Karena hari-hari terakhir ini, kepak sayap Garuda seperti patah- patah. Penundaan dan pembatalan penerbangan di sana-sini membuat penumpang memaki-maki. Jemaah haji asal Banjarmasin terlambat pulang kampung gara-gara pembatalan Garuda.

Mereka yang baru menunaikan ibadah haji pun tak luput dari rasa marah plus bersungut-sungut atas layanan Garuda yang jeblok. Ratusan, mungkin ribuan, penumpang baik domestik maupun mancanegara telantar, gara-gara jadwal penerbangan yang tak pasti. Kekecewaan kian memuncak karena Garuda hanya mau mengganti uang tiket sebesar 25 persen saja. Kalau penumpang tidak ngotot, bisa-bisa cuma 25 persen itu yang bisa dibawa pulang.

Kekacauan ini kabarnya diakibatkan belum pulihnya sistem mapping kru dengan nomor pesawat. Garuda baru menerapkan Integrated Operating Control System (IOCS). Tak heran, jadwal pun jumpalitan tak karuan. Petugas menjemput pilot ke rumahnya, padahal si pilot tengah bertugas ke Hongkong. Tentu saja istri pilot jadi bertanya-tanya sekaligus curiga, jangan-jangan suaminya telah berbohong dengan menyebut ada jadwal terbang ke Hongkong.

Di sinilah kredibilitas dan profesionalitas Garuda dipertaruhkan. Ini terkait dengan rencana penawaran saham perdana Garuda ke publik. Bayangkan, bagaimana jadinya perusahaan yang tidak bisa menata dengan baik jadwal penerbangan, sok-sokan mau jual saham segala. Perbaiki diri dulu, baru mejeng di bursa saham, mungkin begitu pikiran nakal para analis.

Tentu para investor akan berpikir dua kali atau mungkin lebih untuk membeli saham Garuda. Indikator yang kasat mata, seperti persoalan delay, tentu menjadi bahan masukan bagi para investor. Lebih buruk lagi jika Garuda dipersepsikan investor sebagai perusahaan yang sebenarnya bagus di luar, tapi rapuh di dalam.

Karena itu, mumpung belum melangkah jauh, rasanya lebih baik memperbaiki kondisi di internal Garuda dulu. Di antaranya, memperbaiki upgrading system yang saat ini tengah berlangsung.

Tak perlu malu dan juga tak ada salahnya Garuda Indonesia menunda IPO. Membenahi sistem pelayanan ke masyarakat agar performa jauh lebih unggul, tentu lebih baik ketimbang terus delay, lalu cancel, dan akhirnya gagal terbang. (*)
Sorot, dimuat di Harian Pagi Tribun Jabar edisi Rabu 24 November 2010.

No comments: