Monday, August 02, 2010

Suara Pong

AKSI Pong Harjatmo naik ke atap Gedung DPR/MPR RI akhir pekan kemarin membuat kehebohan di tengah para koboi Senayan. Tentu, pro-kontra pun bermunculan mengomentari tingkah aktor senior itu.

Pong tidaklah mencorat-coret. Ia hanya menulisi punggung "Gedung Kura-kura" DPR/MPR RI dengan tulisan yang rapi dan jelas. Tulisan itu adalah "jujur, adil, tegas".
Pong tidaklah ompong, dan bukan pula singa ompong yang menumpang ketenaran dengan aksi nekatnya itu. Apa yang dituliskan aktor yang beken di era tahun 80-an itu jelas bermakna mendalam bagi negeri ini.

Kita mesti mengakui tiga hal ini merupakan hal yang sulit kita temukan lagi dalam kehidupan, baik bernegara maupun bermasyarakat. Jujur dan adil sudah menjadi barang antik yang tenggelam dan harus dicari di dalam lumpur-lumpur hitam ketidakjujuran dan ketidakadilan. Ketegasan menjadi barang yang mahal karena segala sesuatu bisa diperjualbelikan, tak peduli lagi dengan komitmen, satu kata satu perbuatan.

Jujur, adil, dan tegas menjadi syarat yang paling sulit dipenuhi oleh para calon bupati, wali kota, dan gubernur. Di arena pemilihan kepala daerah atau calon presiden di ajang pilpres, ini syarat tak tertulis, tapi menjadi sandaran utama untuk mencari pemimpin yang baik. Tentu lebih mudah memenuhi syarat lulusan SMA atau sederajat, tidak cacat jasmani, dan lulus psikotes ketimbang mencari jujur dan adil.

Dalam khazanah Islam, kita mengenal khalifah kedua, Umar bin Khattab ra, sebagai pemimpin yang jujur dan adil. Dan sudah lama, Umar dikenal sebagai orang yang tegas, tak plin-plan, berani mempertaruhkan nyawa untuk mempertahankan sikapnya, tapi sangat mudah mengakui kesalahan ketika ia memang salah.

Umar sangat tegas dalam penegakan hukum yang tidak memihak dan tidak pandang bulu. Suatu ketika anaknya sendiri, yang bernama Abu Syahma, dilaporkan terbiasa meminum khamar. Khalifah memanggilnya menghadap dan ia sendiri yang mendera anak itu sampai meninggal.

Dalam kesempatan lain Umar berpidato di hadapan suatu pertemuan. Katanya, "Saudara-saudara, apabila aku menyeleweng, apa yang akan kalian lakukan?" Seorang laki-laki bangkit dan berkata, "Anda akan kami pancung." Umar berkata lagi untuk mengujinya, "Beranikah Anda mengeluarkan kata-kata yang tidak sopan seperti itu kepadaku?" "Ya, berani!" jawab laki-laki tadi. Umar sangat gembira dengan keberanian orang itu dan berkata, "Alhamdulillah, masih ada orang yang seberani itu di negeri kita ini sehingga bila aku menyeleweng mereka akan memperbaikiku."

Saking jujur, adil, tegas, dan juga sederhananya hidup Umar, Usman bin Affan pernah mengatakan, "Sesungguhnya sikapmu telah sangat memberatkan siapa pun khalifah penggantimu kelak."

Jadi, sesungguhnya, tiga kata yang ditulis Pong sangat kontekstual dalam kondisi saat ini, ketika rakyat tak bisa lagi menemukan keadilan dan kejujuran. Untuk memperoleh keadilan saja, seorang warga Malang harus berjalan kaki ke Istana Merdeka Jakarta guna menjumpai kepala negara. Dan itu pun tak kunjung bertemu.

Suara Pong harus diartikulasikan sebagai suara rakyat yang merindukan keteladanan pemimpin. Ada pemimpin saja, negeri ini sudah diacak-acak pornografi, demoralisasi, korupsi, kriminalisasi, dan penyalahgunaan kekuasaan. Suarakan terus Jujur, Adil, dan Tegas, untuk mengingatkan para pengelola negeri ini.

Patut kita renungkan salah satu pidato Umar bin Khattab, suatu kali di hadapan para gubernur bawahannya, "Ingatlah, saya mengangkat Anda bukan untuk memerintah rakyat, tapi agar Anda melayani mereka. Anda harus memberi contoh dengan tindakan yang baik sehingga rakyat dapat meneladani Anda." (*)
Sorot, dimuat di Harian Pagi Tribun Jabar edisi Rabu 3 Agustus 2010.

1 comment:

Riyanti said...

Jujur, Adil, Tegas dan Bijaksana, keempatnya memang harus dimiliki oleh Wakil Rakyat.