Tuesday, March 02, 2010

PASCAEVAKUASI

SELESAI sudah masa evakuasi korban longsor di perkebunan teh Kampung Dewata, Desa Tenjolaya, Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung. Setelah tujuh hari para personel tim pencari berjibaku mencari jenazah warga yang terkubur, pencarian pun dihentikan.
Prosedur pencarian memang mensyaratkan demikian. Secara formal, Badan Search and Rescue Nasional (Basarnas) menetapkan pencarian korban, baik hilang di gunung maupun musibah bencana, paling lama tujuh hari.

Selepas itu, pencarian bisa saja dilanjutkan, bergantung permintaan dari pihak keluarga korban atau pemerintah daerah. Juga apabila ditemukan tanda- tanda kehidupan atau keberadaan korban musibah.

Hingga berakhirnya pencarian, masih ada belasan warga yang belum ditemukan. Keluarga korban sudah sepakat dengan pemerintah kabupaten dan tim pencari untuk mengikhlaskan dan menjadikan area longsor sebagai kuburan massal.


Pertanyaannya, setelah evakuasi selesai, lalu apa yang harus dilakukan? Ini sangat mendasar, karena bagaimanapun korban longsor yang masih hidup harus menjadi prioritas penanganan pascaevakuasi. Senyaman-nyamannya hidup di pengungsian, tak lebih nyaman dibanding di rumah sendiri. Warga pun membutuhkan kepastian masa depan mereka, termasuk pendidikan anak-anak mereka.

Warga Kampung Dewata adalah masyarakat pemetik teh yang sudah puluhan tahun mendiami lembah di kaki Gunung Dewata itu. Memetik teh adalah pekerjaan yang sudah menjadi bagian hidup mereka. Tak heran, ketika longsor menghancurkan perkebunan dan pabrik pengolahan teh, mereka yang selamat pun merasa hidup mereka sudah berakhir. Karena tidak ada lagi tempat mereka menggantungkan hidup, kecuali pabrik teh.

Apakah mungkin dalam satu-dua bulan pabrik teh itu berdiri dan beroperasi kembali? Rasanya sulit. Sejumlah pihak merekomendasikan agar perkebunan, berikut pabrik dan permukiman warga, Dewata direlokasi saja. Mengingat risiko bahaya sangat tinggi dari ancaman longsor berikutnya.

Pemerintah memang berkomitmen untuk menjamin ketersediaan logistik bagi korban longsor selama sebulan. Lalu pemerintah pun punya kewajiban untuk mengembalikan semangat hidup mereka, menghilangkan efek traumatis bencana dari pikiran warga.
Tapi hidup mereka bukan hanya satu bulan. Perlu dipikirkan langkah taktis lebih lanjut, bagaimana agar masyarakat bisa punya penghidupan, setidaknya sama dengan sebelum musibah terjadi.

Setelah didera trauma berkepanjangan, warga enggan kembali ke perkebunan. Sebagian besar memilih keluar dari Dewata dan mencari daerah lain untuk ditinggali. Mungkin mencari perkebunan teh yang lain yang bertebaran di Ciwidey. Atau beralih profesi, asalkan tercukupi kebutuhan sehari-hari.

Jangan sampai pengungsi hanya menambah jumlah pengangguran. Mungkin ada baiknya, pemerintah pun mengadakan pelatihan keterampilan bagi korban atau pengungsi. Supaya mereka punya keahlian yang lain, selain memetik teh. Ketika harus meninggalkan perkebunan, mereka sudah siap untuk menata hidup menjadi lebih baik lagi. (*)

Sorot, dimuat di Harian Pagi Tribun Jabar edisi Selasa 2 Maret 2010.

No comments: