Monday, September 07, 2009

Grey Market atau Black Market

DI dunia ini ada sekitar 683 juta senjata ringan yang dimiliki negara dan perorangan secara legal. Itu data resmi yang dikeluarkan Amnesti Internasional tahun lalu. Di luar itu, bertebaran senjata ilegal yang entah berapa banyak jumlahnya.

Di Afrika, sangat mudah mendapatkan senjata secara ilegal. Cukup dengan sekantung jagung kita bisa menukarnya dengan senjata kecil ini. Atau di negeri penuh konflik, Afghanistan. Sebuah AK-47 harganya 10 dolar atau sekitar Rp 100.000.

Indonesia memiliki PT Pindad, industri strategis penghasil senjata dan alat militer lainnya. Beragam jenis senjata sudah berhasil diproduksi Pindad. Sebut saja senapan serbu SS1 dengan bermacam variannya, lalu pistol serbu PS-01, pelontar granat dan tak ketinggalan mesin perang, panser.

Kebanyakan senjata buatan Pindad dipakai sebagai senjata organik TNI dan Polri. Namun tak sedikit negeri-negeri di seberang lautan yang kepincut dengan kehandalan senjata buatan Indonesia ini. Tahun lalu Pindad mengekspor SS1 ke Nigeria.

Kini urusan ekspor senjata itu menjadi masalah di negeri Gloria Macapagal Arroyo, Filipina. Petugas pabean dan kepolisian negeri itu menahan 100 pucuk SS1-V1 dan 10 pucuk pistol PS. Mereka menduga senjata-senjata itu ilegal dan hendak diselundupkan ke negeri yang tak mampu menyelesaikan konflik abadinya di Moro.

Pindad menyatakan ekspor senjata itu resmi, bukan ilegal. Pemerintah Mali yang memesan SS1 dan Filipina pesan pistol. Prosedur dan dokumen ekspor pun sudah lengkap, sehingga tak perlu ada yang dirisaukan dengan status senjata itu.

Namun bukan mustahil, senjata yang resmi ini menjadi ilegal. Kita harus mengingat definisi perdagangan senjata ilegal dikeluarkan Komisi Pelucutan Senjata PBB sebagai perdagangan yang melanggar hukum nasional ataupun hukum internasional (illegal). Definisi ini memunculkan kemungkinan dua jenis pasar senjata ilegal, yakni "Grey Market dan Black Market".

Grey Market merujuk pada situasi dimana perdagangan terjadi dengan sepengetahuan pemerintahan nasional, walaupun mengkin melanggar aturan internasional. Sementara Black Market adalah perdagangan yang terjadi yang sepenuhnya di luar kontrol pemerintahan nasional.

Apabila pemerintah Filipina menyatakan senjata-senjata itu memang tidak memiliki surat dokumen resmi, berarti bisa tergolong pada grey market alias pasar abu-abu. Keluar dari Indonesia secara resmi, tapi dibelokkan di tengah jalan hingga menjadi ilegal.

Terlebih, kabarnya kapal pengangkut senjata ini sempat mampir di pulau sekitar Bataan Fililpna an di sana terjadi pemindahan senjata api jenis SS1 yang hendak dikirim ke Mali ke kapal yang mengirim pistol ke Filipina.

Tentu ini harus diselidiki secara cermat oleh Departemen Luar Negeri dan Departemen Pertahanan. Jangan sampai senjata-senjata buatan negeri kita, jatuh ke tangan kelompok- kelompok separatis dan berbahaya. Kita, rakyat pemilik sah negeri ini, tak akan pernah rela jika senjata-senjata itu digunakan kaum teroris yang jelas-jelas menghancurkan sendi-sendi kemanusiaan. (*)
Sorot, dimuat di Harian Pagi Tribun Jabar edisi Selasa 1 September 2009.

No comments: