Friday, August 15, 2014

Tantangan untuk Pramuka

KEMARIN, 14 Agustus 2014, merupakan Peringatan HUT ke-53 Pramuka. Momentum peringatan kali ini bersamaan dengan pemberlakuan Pramuka sebagai ekstakurikuler wajib di sekolah-sekolah dalam Kurikulum 2013 mulai tahun ajaran 2014-2015.

Kita tahu, bahwa Gerakan Pramuka memiliki misi edukasi dan pembentukan karakter serta pembinaan moral dalam kegiatan-kegiatannya. Itu pula salah satu alasan Pramuka dijadikan sebagai ekstrakurikuler wajib di sekolah-sekolah.

Namanya wajib dan memaksa, mau tidak mau, suka tidak suka, seluruh pelajar, mulai tingkatan SD hingga SMA, harus mengikuti kegiatan Pramuka. Setidaknya, dalam satu minggu, pelajar berpakaian seragam cokelat-cokelat khas Pramuka.

Sangat mungkin tidak seluruh pelajar suka dengan kegiatan Pramuka. Boleh jadi, masih banyak yang beranggapan bahwa Pramuka itu kuno, ketinggalan zaman, kegiatannya kemping dan nyanyi-nyanyi, dan lain sebagainya.

Bisa jadi anggapan itu tidak salah seluruhnya. Justru di situlah tantangannya. Gerakan Pramuka harus mampu membongkar paradigma lama kegiatan kepramukaan dan menampilkan wajah baru yang sesuai dengan tuntutan zaman. Era globalisasi dan teknologi yang deras menjerat generasi muda saat ini harus bisa dibaca dan dijawab Gerakan Pramuka dalam aplikasi kegiatannya.

Jelas kita tidak bisa menghindar dari kondisi kekinian, ketika anak-anak remaja lebih akrab dengan teman di dunia mayanya ketimbang di dunia nyata. Ketika anak-anak SD sudah biasa selfie dan mengunggahnya ke media sosial. Ketika generasi muda lebih familiar dengan dunia teknologi ketimbang bermain di alam. Dan ketika nilai-nilai moral kian tergerus dan terdegradasi. Ketika mereka, anak-anak muda itu, kian permisif, tak sungkan lagi berpacaran di tempat umum, sudah biasa mengakses pornografi, bahkan melakukan tindakan asusila. Ketika narkotika menjadi pelarian anak-anak muda. Ketika tawuran menjadi solusi pelepas emosi kaum pelajar. Ketika geng motor menjadi wadah berorganisasi dan berekspresi generasi muda.

Tengok hasil survei sebuah lembaga di awal tahun 2014, 54 persen remaja di Kota Bandung mengaku sudah pernah melakukan hubungan seksual. Dibandingkan dengan tiga kota lainnya, Bandung paling tinggi. Jakarta "hanya" 51 persen. Surabaya, 47 persen remaja yang disurvei mengaku pernah berhubungan seks. Hanya Medan yang mengalahkan Jakarta dengan 52 persen remaja yang tak lagi tuna seks.

Inilah realita sebenarnya di tengah generasi muda saat ini. Dan kondisi seperti itulah yang harus dijalani Gerakan Pramuka, yang digadang-gadang sebagai lokomotif pembangunan sikap, mental, dan moral generasi muda menghadapi globalisasi, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, serta pesatnya perkembangan media baru.

Sungguh tak ringan tugas dan tantangan yang dihadapi Gerakan Pramuka. Dibutuhkan kerja sama yang kuat antara Gerakan Pramuka sebagai organisasi informal, pemerintah, dan masyarakat. Tak kalah penting adalah dibutuhkan pembina dan pelatih yang tangguh, mumpuni, untuk bisa membangun generasi muda yang tangguh pula. Bagaimanapun, tanpa dukungan semua pihak, keinginan menjadikan Gerakan Pramuka sebagai garda terdepan pendidikan informal yang positif dan benteng nasionalisme  generasi muda akan sia-sia belaka.

Kita berharap pada tahun-tahun yang akan datang, dari rahim Gerakan Pramuka, akan lahir generasi yang kuat kepemimpinannya, mandiri, memiliki rasa kebersamaan dan sosial yang tinggi, cinta terhadap alam dan manusia, serta mampu menjadi contoh terbaik di tengah masyarakat. (*)
Sorot, dimuat di Harian Pagi Tribun Jabar edisi Jumat 15 Agustus 2014.

No comments: