Saturday, May 18, 2013

Asyik Sendiri Mainkan Gadget di Dalam MRT

SISI LAIN SINGAPURA (2 - HABIS)
Oleh Machmud Mubarok

SINGAPURA memang negara kota yang supersibuk. Dengan jumlah penduduk lebih kurang 5,38 juta, ,pulau di seberang Batam itu terasa padat. Walau jarang terjadi kemacetan, arus lalu lintas pun selalu ramai oleh kendaraan umum dan pribadi.

Di tengah kondisi itu, keberadaan Mass Rapid Transit atau MRT benar-benar sangat membantu. Tak salah jika MRT menjadi salah satu tulang punggung pergerakan dinamis warga Singapura untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain. MRT menjangkau seluruh daerah di Singapura. Nyaris seluruh warga adalah pengguna MRT saking efektifnya moda yang satu ini. Para pekerja, karyawan, pelajar, atau warga biasa pun memakai MRT untuk bepergian.

Kesibukan warga Singapura ini terpantau ketika saya berkunjung ke jantung kota Singapura. Naik dari stasiun MRT Novena, dekat RS Mount Elizabeth, saya dan kawan-kawan jurnalis dari Indonesia lainnya menjajal beberapa rute MRT.

Ada 79 stasiun MRT yang dibangun dekat dengan pusat-pusat keramaian, seperti pertokoan, mal, atau permukiman padat.  Awalnya memang membingungkan untuk naik MRT ini. Pertama, bingung mencari stasiunnya, karena banyak stasiun yang bergabung dengan mal. Kesulitan awal kedua adalah tiket. Pembelian tiket sebenarnya serba otomatis di mesin tiket. Tinggal memasukkan uang receh sen atau kertas, kita bisa mendapatkan tiket sesuai dengan tarif sesuai dengan stasiun yang akan kita tuju. Sebagai orang awam, tentu saya harus mencoba-coba dulu. Rupanya, mesin tiket tidak bisa menerima uang kertas lebih dari 5 dolar Singapura.



Kesulitan ketiga adalah menentukan MRT mana yang akan kita naiki. Maklum, jaringan jalur rel MRT ini punya tiga tingkat ke bawah sehingga membingungkan, mana MRT yang akan kita naiki. Kita harus pandai-pandai membaca peta. Di setiap stasiun, setiap tingkat, pasti tersedia peta. Jika kita bisa membaca dengan benar peta tersebut, Insya Allah tidak akan tersesat ke stasiun lain. Intinya, pastikan stasiun yang akan kita tuju, lalu memesan tiket sesuai tujuan. Kemudian perhatian apakah ada pergantian MRT ke stasiun yang akan kita tuju ataukah langsung satu kali perjalanan tanpa pindah MRT. Apabila ada pergantian MRT, pastikan apakah MRT yang dimaksud berada di tingkat bawah atau di tingkat atas.

Setelah kesulitan-kesulitan itu terlewati, barulah saya bisa menikmati perjalanan naik MRT ini. Setiap memasuki lorong-lorong stasiun MRT, saya saksikan bagaimana tertibnya warga Singapura ini bergerak. Ribuan orang bergerak bersama menuju tempat pemberhentian atau tempat keluar, tanpa perlu bertabrakan.

Di tempat pemberhentian, selalu ada petunjuk panah hijau dari arah MRT ke luar yang menunjukkan jalur penumpang yang akan keluar MRT. Sementara panah merah di sisi kiri dan kanan tempat pemberhentian menunjukkan arah untuk penumpang yang akan naik MRT. Sangat sederhana, tapi efektif mengatur pergerakan orang. Sungguh jauh membandingkan dengan penumpang KRL di Jakarta-Depok-Bogor yang berebut dan berjubel untuk keluar dan masuk KRL.

Nah, ketika berada di dalam MRT, barulah terasa ada pemandangan yang "aneh". Nyaris seluruh penumpang asyik dengan dunianya sendiri alias autis. Mereka lebih peduli memainkan gadget ketimbang mengobrol dengan penumpang lainnya. Dipastikan setiap penumpang membawa setidaknya satu gadget.  Sebutkan apapun merek atau jenis gadget yang ada, pasti mereka punya. Entah itu IPhone, IPad, berbagai macam ponsel Android, tablet dan sebagainya.  Yang ada asyik memainkan game, sosial media, mendengarkan music dengan earphone di telinga. Kalaupun berbicara, berarti mereka sedang menelepon.

Jarang sekali menyaksikan warga Singapura ini mengobrol ngalor ngidul di dalam MRT. Bisa dipastikan, mereka yang bercakap- cakap di dalam MRT, kalau bukan sepasang kekasih, ya orang Indonesia.
Semua orang bergegas saat berjalan menyusuri lorong-lorong stasiun MRT, naik ke jalur di atas atau turun ke jalur di bawah, untuk mengejar MRT yang dituju. Tak ada waktu untuk santai-santai. Karena waktu kedatangan MRT memang sangat tepat waktu. Begitu pula dengan waktu tempuh. Jika di papan waktu tertulis 9 menit, ya berarti 9 menit lah kita sampai di stasiun MRT yang kita tuju. Tidak ada istilah terlambat sedetik pun. (*)
Dimuat di Harian Tribun Jabar edisi Kamis (9/5) dan Jumat (10/5).

2 comments:

Vitri said...

Punten kang. Sebelumnya sy suka sekali dgn blog nya ini inspiratif sekali hehe. Boleh mnta cp nya? Ada yg ingin ditanyakan mengenai salah satu tulisannya ini.

KELUARGA MAC said...

Maaf, blognya baru ditengok lagi. Boleh, ini no hp saya 08122032033