Monday, June 20, 2011

Suara Melorot

MELEDAKNYA pemberitaan soal M Nazaruddin di media massa ternyata membawa pengaruh negatif bagi Partai Demokrat. Gara-gara Nazaruddin, perolehan suara partai pemenang pemilu itu diprediksi bakal melorot.

Hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pada Juni 2011 menunjukkan ketidaktegasan Partai Demokrat mengawal kasus Nazaruddin membuat publik tidak percaya dengan partai tersebut.

Di sisi lain, tingkat kepercayaan publik terhadap Partai Golkar dan PDI Perjuangan naik, bahkan melewati Partai Demokrat. Tentu ini semacam bola muntah dari publik yang tidak memilih Demokrat, lalu berpindah ke partai lain. Dalam hal ini, Golkar dan PDI Perjuangan menangguk keuntungan dari munculnya kasus-kasus politik dan hukum yang melibatkan kader Demokrat.


Tahun 2014 memang masih lama. Tapi hasil survei semacam ini harus menjadi warning bagi partai-partai, terutama Partai Demokrat. Jika tidak ingin terjerembap, bahkan terjun bebas, sudah seharusnya perbaikan dilakukan di sana-sini, menambal kebocoran-kebocoran yang muncul belakangan ini.

Terlebih lagi, SBY sudah menyatakan dan memastikan bahwa istri dan anak- anaknya tidak akan maju dalam pemilihan presiden mendatang. Memang sebagai patron di partai yang didirikannya itu, SBY pasti tetap punya pengaruh dan akan total berkampanye untuk Demokrat. Tapi boleh jadi, sambutan di level grass root sudah berbeda dengan saat SBY masih menjabat presiden.

Harus diakui, pencitraan itu memang penting bagi partai politik. Dan itu tercermin dari pribadi-pribadi para kadernya. Lewat sosok SBY, citra Partai Demokrat menjulang tinggi. SBY sudah identik dengan Partai Demokrat. Sehingga sering muncul hal membingungkan terkait sikap SBY, apakah SBY berbicara sebagai kepala negara atau sosok pembina Partai Demokrat? Contohnya saja ketika curhat soal SMS fitnah dan isu negatif lainnya, beberapa waktu lalu.

Sedikit saja muncul kasus yang melibatkan kader partai, padahal itu kasus pribadi, tetap saja bakal merembet ke partai. Karena publik kesulitan untuk memisahkan pribadi si A sebagai kader partai atau sebagai warga biasa.

Tak mengherankan, jika kasus Nazaruddin yang berlarut-larut dan terus menjadi makanan empuk media, memiliki pengaruh signifikan terhadap penurunan citra Partai Demokrat. Dan sesungguhnya, bukan hanya di tingkat nasional saja, tapi juga di tingkat lokal, pun kasus-kasus semacam itu bisa mempengaruhi ketertarikan publik terhadap partai.

Misalkan saja, seorang gubernur yang juga kader sebuah partai mengeluarkan kebijakan yang tidak propublik, sangat mungkin akan mendapat tanggapan negatif dari publik dan publik pun menganggap itu sebagai sikap partai. Itulah pisau bermata dua dari sebuah pencitraan.

Karena itu berhati-hatilah, para politikus dan para pemimpin daerah yang berasal dari partai. Apapun tindakan, perilaku, dan kebijakan yang dilakukan, pasti akan memiliki pengaruh dan respons dari masyarakat. Soal positif atau negatif respon itu, tergantung dari apa yang dilakukan.

Kalau ingin menuai kemenangan di kemudian hari, sejak sekarang jaga sikap dan perbanyak bekerja untuk kesejahteraan rakyat. Niscaya, jika maju lagi pada pemilu berikutnya, rakyat pasti memilih orang yang bekerja, bukan yang banyak bicara, apalagi banyak kasus. (*)
Sorot dimuat di Harian Pagi Tribun Jabar edisi Juni 2011

1 comment:

computer zone said...

tapi entah lah saya tidak bos