Monday, December 14, 2009

Koin Keadilan

JUSTITIA, dewi keadilan dalam mitologi Roma, pernah menjadi ikon dalam koin uang masa Roma kuno. Dewi yang bertelanjang dada dengan tangan kanan memegang pedang dan timbangan di tangan kiri itu tak beda jauh dengan Themis, dewi keadilan dalam mitologi Yunani kuno. Keduanya digambarkan mengenakan penutup mata sebagai perlambang keadilan yang tak pandang bulu, berlaku bagi siapa pun juga.

Kini, koin keadilan itu bergemerincing kembali. Hanya bukan gambar Justitia atau Themis yang ada di koin itu, melainkan Prita Mulyasari. Koin Peduli Prita, begitu aksi solidaritas mengandalkan uang recehan itu, bergulung menjadi bola salju yang kian membesar. Hukuman Pengadilan Negeri Tangerang yang memutuskan Prita harus membayar denda Rp 204 juta menjadi penyebabnya. Ibu rumah tangga yang berkeluh kesah karena pelayanan dan perlakuan tak prima dari RS Omni Internasional itu tak tahu dari mana mendapatkan uang sebesar itu.

Tapi begitulah, solidaritas yang awalnya diretas di dunia maya, dipelopori para blogger, berbuah kepedulian masyarakat yang kian meluas. Bermula dari koin recehan kecil, satu celengan, dua celengan, hingga akhirnya hingga kemarin saja, lebih dari Rp 500 juta uang yang terkumpul dari hasil sumbangan anak SD, ibu rumah tangga, artis, mantan menteri, anggota DPD, pemulung, bikers, dan kalangan lainnya.
Memang tidak semuanya koin. Tapi semangat kepedulian itu, dan terutama soal keadilan bagi rakyat kecil, yang melecut masyarakat untuk membantu Prita.

Koin itu tak sekadar koin. Begitu Prita menanggapi haru gelombang kepedulian terhadap dirinya itu. Koin itu merupakan perlawanan rakyat kecil terhadap ketidakadilan. Nilai uang koin memang tak besar. Paling banyak Rp 1.000. Tapi karena masyarakat berkehendak, ternyata nilainya melebihi yang diperlukan. Mereka tidak akan menyumbang apabila tidak melihat kebenaran di dalam kasus Prita.

Keadilan, itulah yang susah diperoleh di negeri ini. Keadilan tak memihak pada Minah, seorang ibu renta yang dituduh mencuri tiga buah kakao yang harganya tak lebih dari Rp 2.000 per buah. Neraca keadilan pun tak condong pada kasus pencurian buah semangka yang dilakukan dua orang warga.

Dalam khazanah Islam, tak selamanya pencurian itu harus dihukum dengan potong tangan. Bahkan pencurian dengan nilai di bawah seperempat dinar (kurang dari 1 gram emas) atau sekarang di bawah Rp 375 ribu tidak dikenai hukuman.

Hadis riwayat Aisyah ra, ia berkata: Pada zaman Rasulullah Saw tangan seorang pencuri tidak dipotong pada (pencurian) yang kurang dari harga sebuah perisai kulit atau besi (seperempat dinar) yang keduanya berharga (Shahih Muslim No 3193). Tapi meski tidak dihukum, barang curian harus dikembalikan.

Bahkan Khalifah Umar bin Khattab ra pernah membebaskan seorang miskin yang mengambil buah yang jatuh di jalan. Sebaliknya, Umar menghukum orang kaya yang melaporkan pencurian itu karena orang itu tidak berperikemanusiaan dengan membiarkan tetangganya miskin kelaparan.

Selalu kita optimistis, selama masih ada yang peduli, ada harapan keadilan akan terwujud di negeri ini. Tentu kita pun berharap, koin-koin keadilan itu juga bergemerincing untuk Prita-Prita yang lain. Tak hanya untuk mereka yang terbelit kasus-kasus hukum, tapi juga untuk mereka yang terbelenggu kemiskinan dan buta pendidikan. Bagaimanapun koin peduli Prita hanyalah trigger, pelecut. Dari sini, koin-koin itu akan semakin menggunung dan bermanfaat bagi banyak orang. (*)
Sorot, dimuat di Harian Pagi Tribun Jabar edisi Sabtu 12 Desember 2009.

No comments: