Saturday, March 22, 2014

Kampanye Sunyi

EMPAT hari sudah kampanye partai politik pemilihan legislatif berlangsung. Adakah gaungnya dirasakan oleh masyarakat? Sepertinya tidak, atau mungkin belum. Indikasinya mudah. Dalam setiap kampanye tatap muka, terutama yang dilakukan partai dan caleg di tingkat kota atau kabupaten, hanya sedikit warga yang hadir. Kebanyakan yang datang adalah kader dan simpatisan partai.

Kampanye terbuka di lapangan-lapangan yang menjadi jatah partai pun ternyata bukan lagi arena yang menarik untuk didatangi. Di Kota Bandung, Kota Cimahi, bahkan mungkin di berbagai kota lainnya, kampanye dengan mendatangkan massa banyak dan penyanyi dangdut mulai ditinggalkan. Paling-paling, massa banyak akan dihadirkan ketika partai menggelar kampanye akbar tingkat nasional.

Kini, partai atau caleg pun lebih memilih jalan sunyi, kampanye secara gerilya, door to door, dari rumah ke rumah, agar warga bersimpati dan kemudian tergerak untuk memilih mereka. Cara seperti itu diyakini lebih efektif dan irit biaya, ketimbang kampanye panggung terbuka.  Apakah kampanye model seperti ini yang juga dilakukan secara instan akan menggerakkan rakyat untuk datang ke tempat pemilihan suara? Belum tentu juga.

Kita harus ingat, bahwa waktu kampanye yang resmi kurang dari satu bulan. Padahal, sesungguhnya ada waktu kampanye yang lebih lama yang bisa dimanfaatkan, yaitu sejak Pemilu 2009 usai dan para wakil rakyat duduk di kursi parlemen.

Rentang waktu lima tahun itulah sejatinya kampanye yang paling efektif dan melekat dalam ingatan masyarakat. Ketika kader-kader partai bekerja untuk kepentingan masyarakat. Ketika masyarakat dirundung bencana alam dan mereka hadir tanpa pamrih, terjun di garda terdepan.

Ketika para anggota dewan turun ke tengah masyarakat membela kepentingan rakyat atau berjuang di parlemen untuk menggolkan peraturan daerah yang prorakyat, di situlah sebetulnya kampanye itu sudah berlangsung.

Tanpa perlu menyebutkan partai asal, aksi kader-kader partai itu akan diingat dan menetap dalam memori masyarakat. Tak perlu bersusah payah selama satu bulan blusukan dan menghambur-hamburkan isi kantong dan tabungan, kampanye itu berjalan secara alamiah.

Namun jika yang didengar atau dilihat masyarakat selama lima tahun terakhir ini hanyalah berita korupsi dan suap sogok, yang melibatkan anggota dewan, jangan salahkan apabila kampanye hari ini tidak akan berbekas sama sekali. Ibarat air di daun talas, kegiatan blusukan, kukurusukan, yang dilakukan para calon anggota legislatif hanya numpang lewat. Diingat sekejap saja, untuk kemudian dilupakan.

Masyarakat kita semakin berpengalaman dan cerdas menghadapi rutinitas pemilu ini. Puluhan tahun ditempa dunia demokrasi melalui pemilu demi pemilu dengan beragam partai politik yang datang dan pergi, masyarakat tahu siapa dan kapan mereka akan menentukan pilihannya.

Masyarakat tak bisa lagi ditipu, dibodohi, dan diiming-imingi dengan janji yang hanya manis di mulut, tapi pahit dalam kenyataan. Masyarakat tahu, mana calon anggota legislatif yang mendadak dermawan dan mana yang tanpa pamrih. Mereka sudah merekam jejak caleg yang tiba-tiba berjiwa sosial, ngedadak someah. Mereka catat dalam hati, siapa saja orang-orang yang bekerja dalam kesunyian untuk masyarakat.

Pada saatnya nanti, 9 April yang akan datang, masyarakat sudah tahu apa keputusan hatinya, untuk memilih siapa atau pun tidak memilih siapa-siapa. (*)
Sorot, dimuat di Harian Pagi Tribun Jabar, edisi Kamis 20 Maret 2014.

No comments: