Monday, September 20, 2010

Pelesiran Dewan

ANGGARAN untuk studi banding bagi anggota DPR tahun ini ternyata naik 700 persen dibanding lima tahun sebelumnya. Dengan anggaran sebesar Rp 162,9 miliar, bandingkan dengan anggaran sebesar Rp 23,6 miliar pada tahun 2005, para wakil rakyat itu bisa melancong ke Prancis, Jerman, Norwegia, Belanda, Jepang, Korea Selatan, bahkan ke
Maroko dan Afrika Selatan di benua hitam.

Judul kunjungannya memang keren-keren. Studi banding program kerja parlemen, studi banding untuk RUU Perumahan, studi banding Panja RUU Kepramukaan, dan sebagainya. Tergantung dari aturan apa yang akan dikaji dan dibandingkan dengan negara lain oleh wakil rakyat.

Tapi apa yang dibandingkan tak selalu berbekas pada output. Memang belum pernah ada studi secara khusus yang menelaah bahwa kunjungan wakil rakyat yang mengatasnamakan studi banding itu sia-sia belaka. Tapi manfaat yang terasa dari kunjungan itu pun tak lebih besar, kalau tidak dibilang minim. Alih-alih bermanfaat, yang terjadi adalah pemborosan uang negara yang notabene adalah uang rakyat.


Sudah menjadi pengetahuan umum, bahwa saat studi banding atau kunjungan itu, para wakil rakyat banyak yang membawa serta anggota keluarga, minimal istrinya. Dan yang lebih menyedihkan, biasanya kunjungan secara resmi hanya memakan waktu singkat, tapi plesirannya lebih banyak dan lebih lama ketimbang kunjungan.

Mungkin kita masih ingat dengan tragedi di Bunaken, beberapa waktu lalu, saat anggota dewan melakukan kunjungan kerja ke Gorontalo. Salah satu korban perahu tenggelam adalah istri anggota DPR. Beberapa tahun lalu, sempat pula heboh, anggota DPR yang kunjungan ke Jerman tertangkap kamera tengah shopping di pusat perbelanjaan di sana.

Selain itu, kebanyakan hal yang akan dikaji para wakil rakyat itu pun sebenarnya bisa diperoleh melalui internet atau mengirim surat secara resmi antarparlemen. Di sisi lain, kegiatan kunjungan itu menjadi hal yang ditunggu-tunggu wakil rakyat.
Karena tentu biaya dinasnya sangat menggiurkan. Untuk sekali jalan ke luar negeri saja, Sekretariat DPR menyiapkan dana Rp 1,7 miliar. Tinggal hitung berapa uang saku dan akomodasi untuk masing-masing anggota dewan plus ongkos terbang. Dan itu tak hanya di DPR, di DPRD pun begitu. Kunjungan kerja menjadi semacam tambahan pundi di luar gaji resmi.

Padahal jika dewan, juga eksekutif, bisa mengefisienkan anggaran kunjung ke luar negeri, bisa menghemat triliunan rupiah. Nilai rupiah yang jika dibelanjakan mungkin bisa menambah pesawat Sukhoi dan persenjataan TNI lainnya.

Tapi dikritik habis berkali-kali pun, Dewan tetap bergeming dan pandai berkelit. Mereka berlindung di balik undang-undang yang memperbolehkan wakil rakyat berkunjung ke luar negeri. Undang-undang pun tak menyebutkan larangan wakil rakyat membawa keluarga saat kunjungan itu.

Tengok pernyataan Ketua DPR RI Marzuki Alie yang justru mengeluhkan kurangnya uang saku saat kunjungan ke luar negeri. "...Mereka dapat uang harian, mereka dapat uang transport. Kadang kala uang harian itu tidak cukup bayar hotel dan makan, khususnya kalau kunjungan itu dilakukan di negara maju seperti Eropa dan Jepang".

Tentu setiap orang bisa menilai apa saja karya nyata para wakil rakyat ini. Apakah pascaplesiran itu para wakil rakyat sering menyampaikan hasil kunjungan dan implementasinya ke dalam subjek yang tengah dikaji? Rasanya jarang mendengar hal seperti itu.

Seperti halnya sejumlah lembaga swadaya masyarakat yang sering memonitor soal anggaran, seperti TII, masyarakat luas pun harus berani memantau wakil rakyat mereka. Jangan biarkan wakil rakyat yang bekerja atas nama rakyat justru menghambur-hambur uang rakyat. Masyarakat harus menagih janji mereka yang duduk di kursi dewan untuk bekerja sepenuhnya demi kemaslahatan dan kesejahteraan masyakarat.(*)
Sorot, dimuat di Harian Pagi Tribun Jabar edisi Sabtu 18 September 2010.

1 comment:

DEDEN SURA AGUNG said...

mending duit nya buat beli kerupuk aja gan....hehehe...pisssss....!!!