Monday, July 19, 2010

Maaf Cut dan Luna

SAMBIL menangis terisak, Cut Tari menyampaikan permohohan maaf kepada seluruh rakyat Indonesia. Ia memulainya dengan permintaan maaf kepada Presiden SBY beserta istri, Kapolri, Kabareskrim, Kadiv Humas. Maaf itu disampaikan akibat pemberitaan yang terkait dirinya dalam kasus video porno yang telah membuat resah seluruh masyarakat.

Tidak ada satu kata pun pengakuan meluncur dari mulut Cut Tari soal kebenaran pemeran wanita di video asusila itu adalah dirinya. Sesuatu yang selama ini justru masyarakat ingin dengar secara langsung dari mulut Cut Tari, dan juga Luna Maya, atau Ariel. Di kesempatan yang berbeda, permintaan maaf dengan kalimat yang nyaris serupa juga diucapkan Luna Maya.

Mereka secara terang-terangan menyalahkan pemberitaan tentang video porno tersebut. Karena pemberitaan lah, kasus ini menjadi heboh. Karena diberitakan pula, nama mereka menjadi omongan dunia.


Kesan yang muncul, mereka ingin memosisikan diri sebagai korban. Bahwa mereka hanyalah korban dari pemberitaan, tak tahu menahu soal peredaran video porno, dan tak perlu mengakui secara terus terang bahwa merekalah pemerannya.

Kalau saja tidak ada yang memberitakan, tentu mereka, para pelaku, akan aman sentosa sepanjang masa. Tidak akan ada yang mengait-aitkan mereka dengan kasus video porno.
Memang kita tidak menutup mata terhadap media yang begitu vulgar memberitakan kasus ini. Bahkan menampilkan potongan-potongan video porno itu. Dilakukan berulang-ulang, dari pagi hingga malam, memutar berita yang sama.

Namun bukan berarti media pun salah semua. Tugas media hanyalah menyampaikan informasi kepada publik. Tinggal bagaimana mengemasnya agar sesuai dengan kode etik dan tidak melanggar norma kepatutan.

Sekarang terkait persoalan minta maaf kedua artis itu, tidak mungkin tidak ada yang memaafkan. Bukankah masyarakat Indonesia terkenal sebagai masyarakat yang ramah, mudah untuk memaafkan, dan mudah pula untuk melupakan.

Bahkan kalau saja tiga artis yang katanya jadi pemeran video porno itu sudah mengaku dan meminta maaf sejak awal kasus ini muncul ke permukaan, bukan tak mungkin masyarakat sudah melupakannya. Terlena oleh pesona Piala Dunia, sihir Belanda dan Spanyol, dan juga larut dalam ramalan Paul si gurita.

Untung saja Cut Tari, Luna Maya, dan Ariel, tidak tinggal di Nanggroe Aceh Darussalam, walaupun Cut Tari adalah keturunan Aceh. Kalau saja tinggal di sana, mereka tidak akan lolos dari jerat hukum syariah yang diterapkan di negeri Serambi Mekkah itu. Hukuman bagi pezina sudah jelas, dicambuk atau dirajam. Tidak ada kata maaf. (*)
Sorot, dimuat di Harian Pagi Tribun Jabar edisi Sabtu 10 Juli 2010.