Wednesday, July 22, 2009

Menikmati Pensiun

SEHARUSNYA masa pensiun merupakan masa istirahat, masa tenang, masa menikmati hasil kerja keras puluhan tahun. Menimang cucu, menghabiskan waktu dengan keluarga --hal yang dulu terampas saat jadwal padat mencekik--, mempersiapkan diri untuk menikmati sisa-sisa umur dan beribadah dengan tekun. Begitu gambaran ideal bagi seseorang yang memasuki masa pensiun.

Namun coba perhatikan hal sebaliknya terjadi pada sejumlah mantan pejabat negara, baik di pusat maupun daerah, baik sipil maupun militer. Contoh terdekat adalah mantan Gubernur Jabar Danny Setiawan. Setelah gagal menduduki kembali kursi Jabar Satu, Danny tak bisa hidup dengan tenang. Ia harus meringkuk di sel tahanan, karena terlibat kasus korupsi pengadaan alat berat. Danny pun mengembalikan sejumlah uang, nilainya miliaran rupiah, yang diduga bagian dari korupsi kepada negara melalui Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).


Bola panas kasus ini juga tak hanya menimpa Danny. Dua mantan bawahannya, Wahyu Kurnia dan Ijudin Budhyana pun harus merasakan sel yang sama dengan mantan bosnya. Hukuman yang dijatuhkan pun sama: empat tahun penjara.

Lalu ada pun kasus korupsi dana pungutan di KBRI Cina. Ini melibatkan mantan Duta Besar Letjen (Purn) Kuntara. Tak tanggung-tanggung, Kuntara terancam hukuman penjara seumur hidup. Padahal sebagai mantan jenderal, mantan Pangkostrad, dia bisa menikmati masa pensiun dengan tenang. Bukan menghabiskannya di dalam tahanan. Begitu pula nasib mantan Kapolri Roesdihardjo yang juga harus meringkuk di tahanan, gara-gara kasus dugaan korupsi.

Jika melihat kondisi seperti ini, bakti mereka berpuluh-puluh tahun kepada negara tak berbekas sedikitpun. Nila setitik rusak susu sebelanga, begitu pepatah mengajarkan. Amal yang sedemikian lama dan banyak dikerjakan, tak mampu menghapus satu kesalahan besar yang dilakukan, justru di penghujung pengabdian.

Memang tidak ada gading yang tak retak. Artinya, semua gading pasti retak. Bisa jadi mereka terbawa suasana di dalam kekuasaan, hingga lengah, tak bisa meluruskan hal yang selama ini dianggap bengkok. Dan mereka membiarkan, bahkan menikmati hasil-hasil kecurangan untuk memperkaya diri sendiri.

Kini tinggal mereka yang menikmati pensiun di penjara untuk kembali merenungkan langkah hidup yang sudah dilakukan. Curahan hati lewat buku biografi --seperti banyak dilakukan mantan pejabat-- hanya sekadar keluh kesah yang tak akan berarti banyak bagi masyarakat yang sudah menganggap mereka sebagai bagian dari rezim korupsi.(*)
Sorot, dimuat di Harian Pagi Tribun Jabar edisi 1 Juli 2009.

No comments: