TEMPATNYA tersembunyi di balik
warung-warung makan dan bengkel di Jalan Daeng Moh Ardiwinata, persis di
seberang jalan masuk ke kawasan perkantoran Pemkot Cimahi. Tak heran
jika banyak yang tidak tahu mengenai tempat ini. Sebuah gerbang
berbentuk candi bentar menghiasi kompleks makam yang tidak begitu besar
ini. Pagar paling luar, berupa pagar bambu yang pintunya dikancingkan
seutas kawat.
Kondisi sekitar kompleks permakaman itu kurang terawat. Rumput liar tumbuh sesukanya. Di bagian selatan kompleks ini, tengah dibangun lapak-lapak, konon katanya akan dijadikan Pasar.
Saya mengenalnya sebagai makam Pak Jenderal, seperti halnya warga di sekitar Jati dan Leuwidadap menyebutnya.
Saya masih ingat ketika Pak Jenderal meninggal. Sebagai anak kecil
ketika itu, pertengahan 80-an, saya berdesak-desakan ingin melihat dari
dekat prosesi pemakaman. Tapi barisan tentara yang mengadang di dekat
kompleks makam mengurungkan niat saya untuk terus menerobos mendekati
makam.
Tembakan salvo memecah udara mengagetkan saya dan
bocah-bocah lainnya ketika peti mati Pak Jenderal diusung memasuki
komplek makam. Itulah letusan peluru yang pertama kali singgah di
telinga saya.
Waktu berlalu, situasi pun sudah jauh berubah. Tanah
Pak Jenderal yang luas, kini sudah berganti wajah. Sawah-sawah yang
hijau, kebun cengkeh yang teduh, bedeng yang seram, kolam-kolam yang
tenteram, kini sudah berganti wajah menjadi Duta Regency, SPBU, Borma,
bengkel, serta warung-warung makan.
Lalu siapakah Pak Jenderal yang jasadnya berbaring di tempat ini? (*)
No comments:
Post a Comment