Thursday, April 03, 2014

Mengapa Sulit Membangun Jembatan?

CIBALONG adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Garut. Jaraknya sekitar 100 km dari pusat kota Garut, ke arah selatan, sebelah timur Sayang Heulang. Kecamatan ini melingkupi kawasan hutan terkenal, Hutan Sancang, di pesisir pantai selatan. Kecamatan ini dilalui dua sungai besar, Cibaluk dan Cimerak.

Dua sungai inilah yang selama ini menjadi potensi sekaligus kendala dalam membangun wilayah pelosok Garut selatan ini. Namun yang lebih banyak dikabarkan terkait sungai dan Cibalong adalah justru kendalanya. Tengok saja, beberapa kali surat kabar ini mengangkat isu tentang pelajar-pelajar tsanawiyah atau SMP dari beberapa desa di Cibalong yang kesulitan untuk mencapai lokasi sekolah, karena jembatan ambruk atau memang tidak ada jembatan.

Mereka terpaksa mengarungi sungai berarus deras dengan lebar antara 40 meter sampai 70 meter. Apabila ketinggian air mencapai dua meter, bisa dipastikan para pelajar itu tidak akan pergi ke sekolah atau menginap di sekolah.

Jembatan menjadi sarana vital di Kecamatan Cibalong untuk menghubungkan satu desa dengan desa lainnya. Jembatan pula yang menghubungkan desa-desa dengan pusat kecamatan. Tentu ini berkaitan erat dengan kehidupan ekonomi masyarakat Cibalong yang didominasi petani. Mereka menjual hasil bumi ke pusat kecamatan.

Sayangnya, puluhan tahun sudah negeri ini merdeka, kehadiran jembatan yang kokoh kuat seolah hanya mimpi. Selama ini, jembatan utama berupa jembatan bailey yang terbuat dari rangka baja dan dasar jembatan berupa kayu. Itu pun ambruk ambruk karena dimakan usia dan telah rusak. Pernah pula ada jembatan gantung, namun sejak 1971 warga tak pernah memakainya lagi karena rusak dan lapuk.

Tentu wajar jika muncul pertanyaan, mengapa sulit membangun jembatan yang kokoh dan kuat di daerah ini? Apakah karena Cibalong merupakan daerah pelosok dan terpencil, sehingga dipandang remeh dan sebelah mata? Atau hal itu membuktikan bahwa selama ini kue pembangunan memang hanya berputar di pusat-pusat kekuasaan dan yang menikmatinya pun hanyalah lingkaran-lingkaran penguasa?

Tak habis pikir, berkali-kali bupati yang memimpin Garut berganti, tapi daerah di selatan ini tak pernah menjadi prioritas pembangunan. Bukankah anggaran pembangunan pun tidak hanya berasal dari daerah sendiri, tapi bisa mengajukan, alih-alih meminta, ke tingkat provinsi dan pusat.

Sepinya perhatian dari pusat kekuasaan semakin memperkuat keyakinan, bahwa berpisahnya Garut Selatan dari Kabupaten Garut menjadi kabupaten sendiri adalah sebuah keniscayaan. Tentu dengan tujuan, agar tidak lagi daerah-daerah yang sulit dijangkau, daerah yang tak tersentuh pembangunan. Agar masyarat pun merasakan kehadiran pemerintah, setidaknya dengan pembangunan infrastruktur yang lebih bagus dan pelayanan yang berkualitas. (*)
Sorot, dimuat di Harian Pagi Tribun Jabar edisi 3 April 2014.

No comments: