Friday, October 14, 2011

Nasib Kikim, Nasib TKI

HAMPIR setahun lamanya, jenazah Kikim Komalasari terkatung-katung di Arab Saudi. Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Cipeuyeum, Kabupaten Cianjur itu tewas mengenaskan. Ia dibunuh majikannya secara terencana dan mayatnya dibuang di tong sampah.

Kamis (29/9), jasad Kikim akhirnya bersatu dengan tanah merah Cianjur. Terbujur dalam peti mati yang tidak bisa dibuka pihak keluarga, Kikim membawa serta mimpi-mimpi yang pernah dirajut saat berangkat ke Arab Saudi.

Namun kasus Kikim ini belum selesai secara hukum. Suami istri penganiaya Kikim kabarnya masih dalam tahanan pemerintah provinsi Abha di Arab Saudi. Keduanya tengah menunggu sidang pertama. Ancaman hukuman untuk mereka adalah hukuman mati.
Nah, tugas pemerintah Indonesia lah untuk mengawal kasus Kikim hingga tuntas. Jangan sampai kasus ini tidak lagi dipantau setelah jenazah Kikim dipulangkan.

Terlebih, banyak cerita dalam hukum di Arab Saudi. Pemerintah Arab sangat keras menjatuhkan hukuman qishas terhadap warga negara lain, tetapi tidak untuk kasus pembunuhan yang dilakukan oleh orang Arab sendiri.

Contohnya saja kasus yang menimpa Darsem binti Tawar. Darsem bisa lolos dari hukum pancung asalkan mau membayar diyat sebesar 2 juta riyal (Rp 4,6 miliar), sementara untuk kasus pembunuhan disertai penyiksaan yang dilakukan oleh warga Arab Saudi selalu berujung damai dan cukup membayar diyat tidak lebih dari 185.000 riyal (Rp 450 juta).

Bahkan untuk kasus Kikim, ada upaya dari pemerintah Arab Saudi untuk melindungi majikan Kikim dari hukuman pancung. Proses pemulangan jenazah Kikim yang terlambat berbulan-bulan, karena prosesnya dibuat lambat. Autopsi sangat lama, paspor Kikim pun berupaya dihilangkan dan diganti oleh dokumen lain.

Apa yang menimpa Kikim harus menjadi pelajaran bagi TKI lain dan juga pemerintah. Nasib TKI selalu berada di ujung tanduk. Mereka hanya jadi sapi perahan dan berada di posisi yang lemah. Bantuan dan dukungan justru hanya diperoleh saat mereka sudah menjad korban.

Posisi tawar pemerintah Indonesia pun selalu lemah jika berhadapan dengan kasus hukum di negeri pendulang minyak itu. Itu bisa dilihat dari berbagai kasus yang menimpa TKI, mulai penganiayaan, pemerkosaan, hingga pembunuhan, selalu penyelesaiannya tidak menguntungkan warga Indonesia.

Walau kini masih banyak TKI yang terjerat hukum dan menanti hukuman di Arab Saudi, kita berharap tidak ada lagi Ruyati dan Kikim baru. Satgas TKI yang dibentuk pemerintah harus berjuang semaksimal mungkin untuk membebaskan para TKI itu, setidaknya meringankan hukuman yang bakal dijatuhkan.

Dan yang paling penting sesungguhnya adalah pemerintah harus menyediakan lapangan pekerjaan bagi rakyatnya, sehingga tak perlu menuai riyal dan dolar di negeri orang. Cukup mengais rupiah di negeri sendiri dengan jaminan keselamatan dan kesehatan yang memadai, serta kesejahteraan seperti yang diidam-idamkan para TKI itu. (*)
SOROT, Dimuat di Harian Pagi Tribun Jabar Edisi 30 September 2011

No comments: