Sebenarnya, daerah Gunung Halu, Rongga serta Cipongkor dan sekitarnya bukanlah daerah yang asing bagi saya. Sejak tahun 2000, saya liputan di daerah ini. Dulu termasuk wilayah Kabupaten Bandung. Sejak zaman naik bus Madonna dan rekan-rekannya, hingga naik sepeda motor.
Pernah suatu ketika, mungkin tahun 2003, saya meliput peristiwa longsor di Rongga. Sepeda motor baru 3 bulan nyicil. Masih gres. Dari daerah Cicadas Rongga, saya naik motor memboncengkan Kades Cicadas. Lokasi longsor, sebuah pesantren, yang dihajar tebing runtuh. Jalan masuknya jangan ditanya: Rusak berat. Jalan tanah berbatu besar, aspal sudah menghilang entah kemana. Atau memang tak pernah diaspal.
Ke Rongga saja butuh berjam-jam dari Cimahi. Dari Cicadas ke lokasi butuh 3 jam, baru sampai ke TKP. Itu pun ditambah dengan jalan kaki, karena motor tidak bisa masuk. Waktu pulang ke Bandung, motor terasa tak enak. Rupanya, pedal bengkok menghajar batu-batu.
Tapi saat peliputan di sana, saya tak pernah dikabari soal Curug Malela. Padahal dekat dari kantor Desa Cicadas. Asli. Sampai tahun 2008, baru nama Curug Malela mencuat. Ketika Dede Yusuf, wagub Jabar ketika itu, mempromosikan Malela dan mengupayakan perbaikan infrastruktur di sana.
Rute normal menuju Curug Malela adalah melewati jalan utama dari Cililin ke Gunung Halu. Dari Cimahi melewati Batujajar-Cililin- Sindangkerta-Gunung Halu-Rongga-Malela. Nah saat jelajah kemarin, bersama teman-teman dari Urang Bandung Barat, kami memilih jalur tak biasa.
Pukul 07.30, kami berkumpul di depan sebuah bengkel dekat Kota Baru Parahyangan, Padalarang. Satu per satu berkumpul. Saya sendiri gak ada yang kenal. Jam 08.00, baru Rudy Praja, junior saya di Jayawijaya dan SMAN 2 Cimahi, datang. Lalu beberapa junior lainnya, Andri Adityawarman dan teman-teman seangkatannya di 97, datang.
Jam 08.30, kami pun konvoi motor, sendirian atau boncengan. Jalur yang dipilih dari Kota Baru ke Saguling Rajamandala. Dari bendungan, kami mengarah ke Cipongkor-Gunung Karang-Gunung Halu-Rongga. Istirahat sebentara di bendungan, kami lanjut ke jalan tembus Cipongkor.
Jalur yang
mulus baru dihotmix seharusnya dari Cipongkor ke Cibitung tembus Rongga.
Tapi kami bablas ke Gunung Karang. Itu jalur wooow sekali. Setelah
mengaspal di jalanan yang mulus, kami harus menghadapi jalan yang rusak,
menyisakan batu-batu. Gilanya, kondisi rusak itu dalam posisi menanjak.
Sempat bingung ini ada di daerah mana. Akhirnya di setiap pertigaan,
atau jika kebetulan bertemu warga, kami selalu bertanya arah ke Rongga. Jalur yg kami lewati sangat sempit. Kiri kanan sawah atau sebelah kiri
jurang kanan tebing. Masuk ke sebuah desa, kalau tak salah Cikawung,
jalan sdh lumayan. Baru beberapa bulan dicor beton. Tapi duillleh itu
tanjakannya gak ku ku. Gigi 1 aja nyaris tepar.
Setelah 4 jam 30 menit atau tepat pukul 13.00, baru kami tiba di
pelataran parkir Curug Malela. Kami melepas lelah sambil makan siang.
Jam 14 kurang baru jalan kaki ke curug yang disebut little niagara itu. Jalan setapaknya sebagian sudah pakai pavingblock. Bahkan pake pagar
besi untuk pegangan. Sebagian lagi tentu saja jalan tanah yang lengket
di sepatu.
Fasilitas sekarang sdh lumayan. Musala dan WC tersedia. Beberapa warung
makan juga ada. Kalo gak kuat jalan kaki, bisa pake ojek ke dekat air
terjun. Yap, karena ada jalur khusus motor di samping jalan pavingblock.
Katanya bekas lomba motorcross beberapa bulan lalu. Jam 16.00 kami pun pulang. Dan selamat sampai di rumah. (*)